Kekeliruan perhitungan Rahib Diyonisius Exiguous, orang yang bertanggung jawab menyusun kalender Kristen
Natal menjadi perayaan yang kian masyur di dunia yang kian majemuk, meski dunia Kristen yang menjadi akar tradisi itu belakangan bahkan meragukan kebenaran sejarah di balik pesta kelahiran Yesus itu. Dirayakan pada 25 Desember oleh Gereja Barat dan 6 Januari oleh Gereja Timur, sesungguhnya hingga kini tidak ada yang bisa memastikan kapan Yesus lahir.
Paus Benediktus XVI dalam buku terbarunya yang berjudul “Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives” menggugat sejumlah tradisi yang dipercaya Gereja Katolik dan gereja-gereja Kristen pada umumnya. Dia menggugat sejumlah kisah yang termaktub di dalam Alkitab.
Benediktus XVI dalam bukunya misalnya menggugat tahun kelahiran Yesus. Menurutnya Yesus lahir pada tahun 6 - 7 SM, bertepatan dengan penampakan "Bintang Betlehem" yang tidak lain adalah konjungsi planet-planet dalam tata surya kita. Menurutnya kalender Masehi yang dianut sekarang adalah karena kekeliruan perhitungan dari Rahib Diyonisius Exiguous, orang yang bertanggung jawab menyusun kalender Kristen yang hidup 500 tahun setelah Masehi.
Dalam buku yang diluncurkan untuk pertama kali pada November itu, Benediktus XVI juga memperkuat analisisnya tentang kelahiran Yesus itu dengan membandingkan cerita dalam Injil Mateus yang mengisahkan Yesus lahir pada masa pemerintahan Raja Herodes Agung di Yudea. Herodes Agung meninggal pada 4 SM, itu artinya Yesus seharusnya lahir sebelum tahun yang dipercayai dewasa ini.
Bahkan dalam Injil Lukas diceritakan bahwa Yesus lahir ketika Quirinius menjadi Gubernur Suriah, yang ketika itu masih berada di bawah jajahan Romawi. Itu artinya Yesus lahir pada 6 SM, bukan pada 1 Masehi menurut penanggalan modern.
Dalam buku setebal 176 halaman yang memang disiapkan untuk Natal 2012 itu, Benediktus XVI juga meragukan sejumlah cerita Alkitabiyah di sekitar Natal, seperti kunjungan tiga orang majus dari timur, kisah kedatangan malaikat, dan bahwa Yesus dibaringkan di palungan tempat makanan binatang, ketika dilahirkan di dalam kandang domba di Bethlehem, Palestina sekitar 2000 tahun lalu.
Akan tetapi menurut Alessandro Speciale, koresponden Vatikan untuk Religion News Service, Paus sebenarnya tidak berusaha untuk menghilangkan mitos-mitos yang beredar di sekitar kelahiran Yesus. Dia sedang menunjukkan sisi lain Yesus yang hidup, melangkah, dan melayani manusia di Bumi.
"Paus Benediktus adalah seorang yang tradisional dan dia tidak ingin semua tradisi itu diubah," kata Speciale kepada CNN.
Sementara itu Monsinyur Philip Whitmore, orang yang menerjemahkan buku itu ke bahasa Inggris mengatakan bahwa Paus menggunakan tulisannya untuk mengeksplorasi "arti terdalam dari kisah kelahiran Yesus".
"Paus ingin membantu kita memahami dunia tempat Yesus dilahirkan. Caesar membawa kedamaian pada Kekaisaran Roma, tetapi bayi kecil ini membawa sesuatu yang lebih besar, damai dari Tuhan, hidup abadi, dan akhir bagi dosa serta maut," tutur dia.
"Paus menjelaskan bagaimana kelahiran Yesus mengubah sejarah manusia selamanya," pungkas dia.
Natal menjadi perayaan yang kian masyur di dunia yang kian majemuk, meski dunia Kristen yang menjadi akar tradisi itu belakangan bahkan meragukan kebenaran sejarah di balik pesta kelahiran Yesus itu. Dirayakan pada 25 Desember oleh Gereja Barat dan 6 Januari oleh Gereja Timur, sesungguhnya hingga kini tidak ada yang bisa memastikan kapan Yesus lahir.
Paus Benediktus XVI dalam buku terbarunya yang berjudul “Jesus of Nazareth: The Infancy Narratives” menggugat sejumlah tradisi yang dipercaya Gereja Katolik dan gereja-gereja Kristen pada umumnya. Dia menggugat sejumlah kisah yang termaktub di dalam Alkitab.
Benediktus XVI dalam bukunya misalnya menggugat tahun kelahiran Yesus. Menurutnya Yesus lahir pada tahun 6 - 7 SM, bertepatan dengan penampakan "Bintang Betlehem" yang tidak lain adalah konjungsi planet-planet dalam tata surya kita. Menurutnya kalender Masehi yang dianut sekarang adalah karena kekeliruan perhitungan dari Rahib Diyonisius Exiguous, orang yang bertanggung jawab menyusun kalender Kristen yang hidup 500 tahun setelah Masehi.
Dalam buku yang diluncurkan untuk pertama kali pada November itu, Benediktus XVI juga memperkuat analisisnya tentang kelahiran Yesus itu dengan membandingkan cerita dalam Injil Mateus yang mengisahkan Yesus lahir pada masa pemerintahan Raja Herodes Agung di Yudea. Herodes Agung meninggal pada 4 SM, itu artinya Yesus seharusnya lahir sebelum tahun yang dipercayai dewasa ini.
Bahkan dalam Injil Lukas diceritakan bahwa Yesus lahir ketika Quirinius menjadi Gubernur Suriah, yang ketika itu masih berada di bawah jajahan Romawi. Itu artinya Yesus lahir pada 6 SM, bukan pada 1 Masehi menurut penanggalan modern.
Dalam buku setebal 176 halaman yang memang disiapkan untuk Natal 2012 itu, Benediktus XVI juga meragukan sejumlah cerita Alkitabiyah di sekitar Natal, seperti kunjungan tiga orang majus dari timur, kisah kedatangan malaikat, dan bahwa Yesus dibaringkan di palungan tempat makanan binatang, ketika dilahirkan di dalam kandang domba di Bethlehem, Palestina sekitar 2000 tahun lalu.
Akan tetapi menurut Alessandro Speciale, koresponden Vatikan untuk Religion News Service, Paus sebenarnya tidak berusaha untuk menghilangkan mitos-mitos yang beredar di sekitar kelahiran Yesus. Dia sedang menunjukkan sisi lain Yesus yang hidup, melangkah, dan melayani manusia di Bumi.
"Paus Benediktus adalah seorang yang tradisional dan dia tidak ingin semua tradisi itu diubah," kata Speciale kepada CNN.
Sementara itu Monsinyur Philip Whitmore, orang yang menerjemahkan buku itu ke bahasa Inggris mengatakan bahwa Paus menggunakan tulisannya untuk mengeksplorasi "arti terdalam dari kisah kelahiran Yesus".
"Paus ingin membantu kita memahami dunia tempat Yesus dilahirkan. Caesar membawa kedamaian pada Kekaisaran Roma, tetapi bayi kecil ini membawa sesuatu yang lebih besar, damai dari Tuhan, hidup abadi, dan akhir bagi dosa serta maut," tutur dia.
"Paus menjelaskan bagaimana kelahiran Yesus mengubah sejarah manusia selamanya," pungkas dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar